Kamis, 25 Agustus 2011

TINDAK PIDANA PENCURIAN DALAM KUHP


TINDAK PIDANA PENCURIAN

 DALAM KUHP

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Keluarga
Keluarga merupakan permulaan daripada kehidupan baru. Seorang anak dilahirkan. Belum ada yang mampu meramalkan nasib anak itu sendiri.
Pada umumnya munculnya masalah broken home dalam hubungannya dengan delinkuensi menurut Elmer H. Johnson, memerlukan perhatian atas faktor-faktor lain, ialah: Pertama, bilamana delikuensi diletakkan di depan pintu broken home dapat dibayangkan bahwa rumah tangga yang demikian itu akan merupakan suatu rumah tangga yang tidak bahagia
Kedua, bahwa nampak adanya perhatian petugas hukum untuk menghadapi dan mengadili anak-anak yang berasal dari broken home.
Ketiga, bahwa orang tua yang kewalahan menghadapi anaknya akan bertindak melapor kepada pihak polisi. Hal ini sering terjadi di dalam broken home dimana anak-anak bersikap menentang dan bahwa anak-anak yang berasal dari rumah tangga yang retak atau pecah.
Lingkungan Sosial Sekolah, dengan demikian guru-guru merupakan manusia-manusia yang sangat dekat hubungannya dengan anak didik. Sekolah, memegang peranan yang lebih besar dalam kehidupan anak-anak jika hendak dibandingkan dengan lembaga-lembaga sosial lainnya, demikian kata Elmer H. Johnson dalam bukunya Crime, Correction and society. Sekolah telah dipandang sebagai lembaga yang mempunyai andil besar dalam rangka pembentukan watak manusia . Di sanalah anak-anak diseleksi dan dikembangkan bakat-bakatnya.
Oleh karena itu nampaknya telah dinyatakan dalam ketentuan-ketentuan hukum mereka bahwa membolos dari sekolah dipandang sebagai langkah pertama untuk menginjak alam delinkuensi.
Ekonomi
Latar belakang ekonomi, kami kira lebih trarah pengaruhnya terhadap kejahatan-kejahatan yang menyangkut harta benda, kekayaan dan perniagaan atau hal-hal lain sejenisnya. Walaupun mungkin terjadi seorang remaja melakukan pencurian sebentuk cincin dengan maksud untuk menghadiahkan cincin itu kepada pacarnya, namun perkara pencurian atau penipuan dan penggelapan, lebih banyak dipengaruhi oleh gejala-gejala ekonomi. Kondisi-kondisi seperti kemiskinan atau pengangguran, secara relatif dapat melengkapi rangsangan-rangsangan untuk melakukan pencurian, perampokan, penggelapan, penipuan atau penyelundupan.
Kepribadian
Berbicara tentang kepribadian, sebenarnya kita telah melibatkan diri pada pembahasan ini mengenai masalah psychology.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Pencurian biasa?
2. Apa itu Pencurian dengan Pemberatan?
3. Apa itu Pencurian Ringan?
4. Apa itu Pencurian dengan Kekerasan?










BAB II
PEMBAHASAN
A. Pencurian Biasa
Ketentuan umum mengenai perumusan pengertian pencurian terdapat dalam pasal 362 KUHP. Barang siapa mengambil sesuatu barang yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain dengan maksud untuk memiliki barang tersebut dengan melawan hukum, dipidana karena pencurian dengan hukuman penjara selama-lamanya 5 tahun atau denda setinggi-tingginya Rp. 900,00.
UNSUR-UNSUR PENCURIAN DENGAN DEMIKIAN ADALAH:
1. Pertama-tama harus ada perbuatan “mengambil” dari tempat dimana barang tersebut terletak. Oleh karena didalam kata “mengambil” sudah tersimpul pengertian “sengaja”, maka undang-undang tidak menyebutkan “dengan sengaja mengambil”. Kalau kita mendengar kata “mengambil” maka pertama-tama yang terpikir oleh kita adalah membawa sesuatu barang dari suatu tempat ke tempat lain. Dalam contoh berikut timbul permasalahan apakah unsur “mengambil” telah dipenuhi sehingga perbuatan yang dimaksud dapat dikualifisir sebagai pencurian? A berdiri di pasar hewan. Di sampingnya ada seekor sapi yang diikat milik B yang pada waktu itu sedang makan nasi di sebuah warung. Kemudian datang C yang mengira bahwa sapi tersebut milik A. C menawar sapi tersebut dengan sejumlah harga dan A langsung menerima uang harganya. Karena mengira bahwa dia membeli dari pemilik yang sah, C lalu menuntun sapi tersebut pulang ke rumah. Apakah A maupun C dapat dituntut karena pencurian? Terang dalam hal ini tidak ada unsur “mengambil” dari pihak A. menurut Langemeyer (dalam bukunya Prof. Wirjono Prodjodikoro, S.H.) A dapat dipersalahkan “menyuruh mencuri” (“doen plegen”) sesuai dengan ketentuan pasal 55 KUHP. C dianggap sebagai manus ministra yang mengambil sapi tersebut karena mengira miliknya A, oleh karena mana dia tidak dapat dipertanggungjawabkan. “Manus ministra adalah orang yang berbuat tanpa kesengajaan, kesalahan atau pertanggungjawaban, disebabkan:
- Karena dia tidak mengetahui
- Karena dia disesatkan atau
- Karena adanya paksaan
Manus ministra tersebut, sebagai pelaku langsung tidak dapat dipidana, karena sebenarnya kita hanya merupakan alat tak berkehendak (“Willoos werktuig).

2. Unsur “barang” yang diambil.
Barang yang diambil itu harus barang yang berwujud, sekalipun tenaga listrik melalui interpretasi extensive dapat menjadi objek pencurian. Selain itu barang tersebut harus dapat dipindahkan (“verplaatsbaar”). Pembentuk undang-undang memang sengaja menghindari penggunaan istilah “tidak bergerak” (“onroerend”). Dengan menggunakan istilah “barang yang dapat dipindahkan” dan menghindari penggunaan istilah “tidak dapat bergerak”, maka lalu dimungkinkan adanya pencurian barang-barang yang karena sifatnya tak dapat bergerak tapi kemudian dengan memisahkannya lalu dapat dipindahkan. Misalnya pencurian pohon, yang tadinya tidak dapat bergerak, tapi setelah ditebang lalu dapat dipindahkan.
3. Unsur Tujuan Memiliki Barang Secara Melawan Hukum
Pelaku harus mengetahui, bahwa barang yang diambil itu baik untuk keseluruhan maupun untuk sebagian adalah milik orang lain. Sekalipun pencurian biasanya dilakukan untuk memperoleh keuntungan (“winstbejag”). Yang menjadi pertanyaan adalah: “Kapan telah terjadi tindakan pemilikan “toeeigening”)? Apakah sudah ada pemiliknya, apabila si pelaku telah mengambil barang milik orang lain. Dalam hal yang demikian maka setiap tindakan yang demikian rupa sehingga pelaku memperoleh penguasaan sepenuhnya atas barang yang bersangkutan hingga penguasaan hilang sama sekali bagi pemilik yang sebenarnya.






B. “GEQUALIFICEERD DIEFSTAL” (Pencurian dengan pemberatan)
Berbeda dengan pasal 362 KUHP, maka pencurian yang diatur dalam pasal 363 KUHP dan pasal 365 KUHP dinamakan: “Pencurian dengan kualifikasi” (gegualificeerd diefstal”). Prof. Wirjono menterjemahkannya dengan “pencurian khusus” sebab pencurian tersebut dilakukan dengan cara-cara tertentu. Penulis lebih setuju istilah yang digunakan R. Soesilo (dalam bukunya Kitab Undang-undang Hukum Pidana) yaitu “pencurian dengan pemberatan”, sebab dari istilah tersebut sekaligus dapat dilihat bahwa, karena sifatnya maka pencurian itu diperberat ancaman pidananya.
Mengenai hal ini pasal 363 KUHP antara lain menyebutkan:
(1) Pidana dengan pidana penjara selama-lamanya 7 (tujuh) tahun :
1. Pencurian ternak
2. Pencurian pada waktu kebakaran, peletusan, bencana banjir, gempa bumi atau gempa laut, peletusan gunung api, kapal karam – kapal terdampar, kecelakaan kereta api, huru-hara, pemberontakan, pemberontakan dalam kapal atau bencana perang;
3. pencurian pada waktu malam dalam sebuah rumah kediaman atau pekarangan yang terutup dimana terdapat rumah kediaman dilakukan oleh orang yang ada di situ tanpa setahu atau bertentangan dengan kehendak yang berhak;
4. Pencurian dilakukan oleh dua orang atau lebih bersama-sama
5. Pencurian yang untuk dapat masuk ke tempat kejahatan atau untuk dapat mengambil barang yang dicuri itu dilakukan dengan jalan membongkar (“braak”), mematahkan (“verbreking”) atau memanjat (“inkliming”) atau memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu.
(2) Jika pencurian tersebut pada no. 3 disertai dengan salah satu hal tersebut pada no. 4 dan 5 maka dijatuhi pidana penjara selama-lamanya 9 tahun.
Untuk jelasnya kami uraian sebagai berikut:

Ad.1 : Pencurian ternak (“vee”)
Di negeri Belanda yang merupakan unsur yang memberatkan adalah pencurian dari padang rumput, tempat penggembalaan “weide”). Berhubung di Indonesia ini ternak merupakan hewan piaraan yang sangat penting bagi rakyat, maka pencurian ternak sudah dianggap berat, tak peduli dicuri dari kandang ataupun dari tempat penggembalaan.
Ad.2 : Dalam butir 2 dari pasal 363 KUHP juga disebut pencurian pada waktu ada bencana, kebakaran, dan sebagainya. Alasan untuk memperberat ancaman pidana pada pencurian semacam ini adalah karena timbulnya kericuhan, kekacauan, kecemasan yang sangat memudahkan pencurian. Barang yang dicuri tidak perlu barang-barang yang terkena bencana, tetapi segala macam barang yang karena adanya bencana tersebut tidak/kurang mendapat penjagaan. Si pelaku harus menggunakan kesempatan itu untuk mempermudah pencuriannya.
Ad.3 : Macam unsur pemberatan yang ketiga adalah pencurian pada malam hari di dalam sebuah rumah kediaman, dilakukan oleh orang yang ada di situ tanpa setahu atau bertentangan dengan kehendak yang berhak. Apa yang dimaksud dengan “malam hari” sudah jelas, yaitu sebagaimana dikatakan oleh pasal 98 KUHP, yang mengatakan:
“Malam berarti masa antara matahari terbenam dan matahari terbit.”
Di negeri Belanda perumusannya agak lain (pasal 311 WvSN) yaitu: “pencurian pada waktu istirahat malam” (voor de nachtrust bestemde tijd).
Ad.4 : Unsur pemberatan ke empat yaitu: apabila pencurian itu dilakukan bersama-sama oleh dua orang atau lebih (“twee of meerverenigde personen”).
Istilah “bersama-sama” (“verenigde personen”) menunjukkan, bahwa dua orang atau lebih mempunyai kehendak melakukan pencurian bersama-sama. Jadi di sini diperlukan unsur, bahwa para pelaku bersama-sama mempunyai kesengajaan (“gezamenlijk opzet”) untuk melakukan pencurian. Tidak cukup apabila para pelaku itu secara kebetulan bersama-sama melakukan pencurian di tempat yang sama. Apabila seorang pencuri melakukan pencurian di suatu tempat, kemudian seorang pencuri lain ingin melakukan juga di tempat tersebut tanpa sepengatahuan pencuri yang pertama, maka hal ini tidak pula termasuk istilah mencuri bersama-sama sebagaimana diisyaratkan oleh pasal 363 (1)
butir 4 KUHP.
Ad.5 : Unsur pemberatan kelima adalah dengan menggunakan cara-cara:
- membongkar (“braak”)
- mematahkan (“verbreking”)
- memanjat (“inklimming”);
- memakai anak kunci palsu (“valse sluetel)
- memakai perintah palsu (“valse order”)
- memakai pakaian jabatan palsu (“valse kostuum”).
Yang termasuk “membongkar dan mematahkan” adalah setiap perbuatan dengan kekerasan yang menyebabkan putusnya kesatuan sesuatu barang, baik untuk membongkar maupun mematahkan diperlukannya sesuatu barang, sehingga menyingkirkan palang pintu saja belum berarti membongkar atau mematahkan.
C. PENCURIAN RINGAN (Pasal 364 KUHP)
Pencurian ringan ini berbeda dengan macam pencurian lainnya; misalnya: pencurian dengan unsur-unsur pemberatan (“gequalificeerd diefstall”). Sebab pasal pencurian barang-barang yang nilainya sangat rendah (yaitu semula hanya untuk barang yang tidak bernilai lebih dari Rp; 25,00) orang tak seberapa merasa sifat jahat perbuatannya. Misalnya karena merasa haus setelah kerja di terik matahari maka diambillah sebuah mangga atau kelapa dari halaman seorang tetangga. Oleh karena itu ancaman pidananya hanya minimum 3 bulan penjara atau denda setinggi-tingginya Rp. 60,00.
Namun dengan perkembangannya waktu, maka harga barang-barangnya naik, hingga praktis hampir tidak ada barang yang harganya kurang dari Rp. 25,00. Oleh karena itu dalam tahun 1960, yaitu dengan Undang-undang no. 16/Prp/1960 Pemerintah menaikkan nilai Rp. 25,00 tersebut menjadi Rp. 250,00. Dan sejalan dengan itu ancaman pidana denda dalam KUHP dinaikkan 15 kali.

D. PENCURIAN DENGAN KEKERASAN (Ps. 365 KUHP)
Pasal 365 KUHP menyebutkan di antaranya:
(1) Diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 9 tahun, pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap orang, dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicurinya:
(2) Diancam dengan pidana penjara paling lama 12 tahun:
- Ke 1 : Jika perbuatan dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, di jalan atau dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan
- Ke 2 : Jika peruatan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu
- Ke 3 : Jika masuknya ke tempat melakukan kejahatan, dengan merusak atau memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu,
- Ke 4 : Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat
(3) Jika perbuatan mengakibatkan mati, maka dikenakan pidana penjara paling lama 15 tahun
(4) Diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama 20 tahun, jika peruatan mengakibatkan luka berat atau mati dan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, pula disertai oleh salah satu hal yang diterangkan dalam no. 1 dan 3.











BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembahasan tentang Delik Harta Kekayaan kini merupakan suatu fakta yang harus kita pelajari dan kita terapkan di masyarakat umum yang dilihat dari delik-delik yang terjadi dan sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku.
Keadaan dan situasi masyarakat saat in banyak sekali terjadinya pelanggaran-pelanggaran dan pada umumnya belum mengerti dan membedakan jenis-jenis delik harta kekayaan seperti pencurian biasa pencurian dengan pemberatan, pencurian ringan dan pencurian dengan kekerasan.
B. Saran
Hendaknya masyarakat mulai saat ini dianjurkan untuk sadar dan mengerti arti pentingnya kesadaran akan hukum demi menjaga ketertiban dan keseimbangan masyarakat sehingga terciptanya sutau masyarakat yang awam dari suatu tindakan atau pelanggaran-pelanggaran hukum.




BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Hermien Hadiati Koeswadji, SH, R. Margono, SH. Richard Wahyudi, S.H., Darwoto, SH, M. Dahlan, SH. Delik Harta Kekayaan, Asas-Asas, Kasus dan Permasalahannya. PT. Sinar jaya Surabaya. 1985.
Drs. GW. Bawengan, SH. Masalah Kejahatan Dengan Sebab Akibat. Pradnya Paramita. Jakarta. 1977.



 


1 komentar:

  1. bagaimana kalau pencurian yang dilakukan pada malam hari tetapi barang ada di jalan bukan di dalam rumah atau pekarangan rumah ??? pasal berapa ??

    BalasHapus