Kamis, 25 Agustus 2011

KESULITAN PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN DI PENGADILAN NEGERI MEDAN


HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.     Hasil Penelitian
A.1. Dasar pertimbangan hakim untuk menyimpulkan ada tidaknya unsur kekerasan dalam tindak pidana perkosaan
Tidaklah sulit bagi penyidik, penuntut umum dan hakim untuk memeriksa saksi, tersangka/ atau terdakwa agar mau memberikan keterangan yang sebenar-benarnya. Namun, untuk menjadikan agar barang bukti dapat membantu mengungkapkan sesuatu tindak pidana sangatlah sulit, karena mereka tidak dibekali dengan berbagai macam ilmu dan penggetahun yang dapat dipergunakan untuk menganalisis dan mengumpulkan secara ilmiah segala macam barang bukti yang ditemukan dalam suatu tindak pidana.
Pasal 183 KUHAP menyatakan bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar telah terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Dapat diartikan bahwa untuk membuktikan seorang terdakwa bersalah atau tidak, maka hakim harus mempunyai dua alat bukti yang sah menurut undang-undang. Selanjudnya dua alat bukti tersebut harus didukung dengan keyakinan hakim untuk menentukan terdakwa bersalah atau tidak.
Tindak pidana perkosaan merupakan kasus yang kasuistis, maksudnya tindak pidana perkosaan hanya dapat dibuktikan dengan alat bukti dan barang bukti bahwa tindak pidana tersebut telah terjadi. Dalam membuktikan telah terjadi atau belumnya tindak pidana perkosaan sering mengalami kesulitan. Kesulitan yang dimaksud dalam hal ini yaitu tidak terdapatnya saksi yang melihat langsung kejadian kecuali saksi korban dan terdakwa saja, serta terdakwa tidak mau mengakui bahwa kejadian tersebut tidak ia lakukan atau terdakwa selalu berkelik bahwa perbuatan tersebut  dilakukan atas dasar suka-sama suka. Dalam hal ini hakim akan sangat sulit untuk membuktikan dan memutus perkara tersebut.
Pembuktian mengenai unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan yaitu melakukan perkosaan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 285 KUHP adalah:
1.      Unsur barangsiapa,
2.      Unsur dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia
Unsur dengan kekerasan atau ancaman kekerasan merupakan suatu perbuatan yng dilakukan atau mempergunakan tenaga badan yang dapat membuat seorang menjadi pingsan atau tidak berdaya, luka atau tertekan sehingga menimbulkan rasa takut yang mendalam. Untuk membuktikan ada tidaknya unsur kekerasan dalam tindak pidana pemerkosaan, tetap berpedoman kepada alat-alat bukti sebagaimana di atur dalam Pasal 184 KUHAP yaitu
1.      Keterangan Saksi
2.      Keterangan Ahli
3.      Alat Bukti Surat
4.      Alat Bukti Petunjuk
5.      Keterangan Terdakwa

Ad.1: Keterangan Saksi
Keterangan saksi dalam kasus ini biasanya diminta dari keterangan korban sendiri mengenai bagaimana kejadian sebenarnya mengingat dalam kasus tindak pidana pemerkosaan tidak terdapat saksi lain selain korban. Keterangan korban sebagai saksi, juga menentukan dapat atau tidaknya seorang terdakwa pemerkosaan dipidana. Terlebih lagi apabila ketika terjadi pemerkosan, ternyata korban melawan dan hal ini bisa dilihat dari keadaan tubuh korban dan terdakwa. Penyidikan tindak pidana pemerkosaan akan lebih mudah dilakukan apabila korban masih hidup walaupun ia tidak mengetahui alamat dan identitas terdakwa.

Ad. 2: Keterangan Ahli
Keterangan ahli diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus, seperti seorang dokter umum atau dokter kejaksaan yang memberikan keterangan di depan sidang yang menyatakan bahwa benar telah terjadi perkosaan terhadap diri korban, yang dapat dilihat dari bekas cengkraman dan luka-luka yang terdapat di tubuh korban serta sperma yang menempel pada baju korban. Seorang ahli dapat memberikan keterangannya di sidang pengadilan tetapi juga dapat memberikan keterangannya melalui keterangan yang ditulis disebuah kertas atau yang menurut para penegak hukum atau para ahli sering disebut Visum et Repertum (VeR).
Ad. 3: Alat Bukti Surat
Dalam tindak pidana pemerkosaan alat bukti surat yang dipergunakan adalah alat bukti visum yang diberikan oleh dokter yang telah ditunjuk oleh pengadilan. Kegunaan visum ini untuk menambah keyakinan hakim apakah benar telah terjadi tindak pidana perkosaan. Visum yang diberikan oleh dokter atau rumah sakit yang telah ditunjuk digunakan untuk membuktikan bahwa bagaimana keadaan pada diri si korban setelah terjadi perkosaan. Pada umumnya dalam dunia kedokteran seorang yang telah melakukan hubungan badan/ hubungan suami-istri, selaput darah  (hymen) pada perempuan robek atau luka. Dari situlah hakim dapat menyimpulkan apakah telah terjadi perkosaan atau tidak serta perbuatan tersebut dilakukan dengan cara bagaimana, dengan kekerasan atau paksaan atau dilakukan atas dasar suka-sama suka.


Ad. 4: Alat Bukti Petunjuk
Petunjuk juga digunakan untuk menambah keyakinan hakim bahwa terdakwa bersalah atau tidak. Petunjuk diperoleh dari keterangan saksi, surat serta dari keterangan terdakwa yang dijadikan satu, kemudian disatukan dan akan membuat satu petunjuk yang dapat menguatkan keyakinan hakim bahwa terdakwa bersalah atau tidak. Tidak hanya itu, bukti seperti sperma yang terdapat disekitar vagina korban, rusaknya selaput darah (hymen) dan celana dalam korban juga menjadi alat bukti petunjuk yang menguatkan untuk membuktikan telah terjadi pemerkosaan pada diri si korban. Kecil kemungkinan apabila laporan mengenai terjadinya pemerkosaan dilakukan setelah beberapa hari setelah kejadian, karena ditakutkan bukti-bukti yang diperlukan menjadi lemah atau tidak tampak lagi sehingga sulit bagi hukim untuk percaya bahwa telah terjadi perkosaan.

Ad. 5: Keterangan Terdakwa
Nilai kekuatan pembuktian keterangan terdakwa adalah sifatnya bebas. Keterangan terdakwa diberikan oleh seorang terdakwa untuk membantu diri terdakwa sendiri, asalkan keterangan itu didukung oleh alat bukti lain sepanjang mengenai hal yang didakwakan kepadanya. Banyak terdakwa selalu berdalih bahwa dalam melakukan persetubuhan tersebut dilakukan atas dasar suka-sama suka.
Selain bukti seperti sperma yang terdapat di sekitar vagina korban, rusaknya selaput darah (hymen), celana korban juga menjadi alat bukti yang menguatkan untuk membuktikan bahwa telah terjadi perkosan pada diri si korban. Akan sangat disayangkan apabila laporan mengenai terjadinya perkosaan pada diri si korban dilakukan setelah beberapa hari setelah kejadian, karena ditakutkan bukti-bukti yang diperlukan untuk visum menjadi lemah dan tidak nampak lagi sehingga sulit bagi penyidik untuk percaya bahwa telah terjadi perkosaan.
Dalam kasus perkosaan, keterangan saksi dan hasil Visum et Repertum adalah 2 (dua) alat bukti yang sangat menentukan untuk membuktikan apakah telah terjadi perkosaan atau tidak, karena jika berpatokan kepada keterangan saksi dan keterangan terdakwa, akan sangat kecil sekali kemungkinan bagi seorang terdakwa untuk mengakui perbuatannya, ditambah lagi karena biasanya kasus perkosaan tidak mempunyai saksi yang melihat langsung kejadian selain korban dan terdakwa.

A.2. Putusan  No. 3107/Pid.B/2003/ PN Mdn.
A.2.1. Duduk Perkara
Bahwa dia terdakwa DS pada hari Senin tanggal 22 September 2003 sekitar pukul 19.15 wib, atau setidak-tidaknya pada waktu lain dalam bulan September 2003 bertempat di Jl. Selambo Toba Medan Amplas di semak-semak belakang pos IPK atau setidak-tidaknya di tempat lain yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Medan, dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan istrinya yaitu saksi korban SW bersetubuh dengan dia, perbuatan mana dilakukan dengan cara sebagai berikut: pada tanggal tersebut di atas, ketika terdakwa sedang duduk-duduk di Jl. SM. Raja Gg. Dame Medan, terdakwa melihat saksi korban sedang berjalan kaki sendirian dan kemudian terdakwa mendatangi saksi korban sambil bertanya: ”hendak mencari alamat siapa” dan saksi korban menjawab ”hendak mencari seseorang yang bernama JS”, lalu kemudian terdakwa menawarkan diri untuk mengantarkan saksi korban ke alamat yang dimaksudkan tersebut, selanjutnya terdakwa mengantarkan saksi korban menaiki becak menuju ke arah seberang jalan tol dan kemudian terdakwa dan saksi korban turun dari becak lalu terdakwa dan saksi korban berjalan kaki hingga ke Jl. Selambo Toba Medan dekat titi layang dengan tujuan untuk memanggil becak mesin atas suruhan saksi korban, kemudian terdakwa dan saksi korban menaiki becak mesin, sambil membawa terdakwa dan saksi korban ke Jl. Selambo Toba Medan dan tepatnya pada semak-semak dekat posko IPK, setelah sampai di tempat tersebut di atas, lalu terdakwa mengajak saksi korban ke semak-semak belakang pos IPK sambil menyuruh tukang becak tersebut menunggu di tempat tersebut, setelah berada di tempat tersebut terdakwa lalu mengancam saksi korban dengan mengatakan: ”kalau tidak kau layani aku, ku bunuh kau disini”, karena merasa takut saksi korban kemudian diam saja dan selanjutnya terdakwa menyuruh saksi korban untuk membuka semua pakaiannya hingga saksi korban telanjang dan pada saat itu juga terdakwa membuka seluruh pakaiannya lalu saksi korban mengatakan : ”Tolong jangan perkosa aku di sini” lalu di jawab oleh terdakwa: ”sudahlah kalau kau tidak mau ku bunuh di sini” sambil menyusun pakaiannya sendiri di atas tanah, kemudian terdakwa menyuruh saksi korban tidur terlentang dengan beralaskan pakaian terdakwa dan kemudian setelah saksi korban telentang kemudian  terdakwa memasukkan alat kelaminnnya yang sudah tegang ke dalam alat kelamin saksi korban dan menekannya hingga masuk ke dalam alat kelamin saksi korban lalu terdakwa mendorongkan alat kelaminnya ke alat kelamin saksi korban secara berulang kali, kemudian saksi korban berkata kepada terdakwa agar perbuatan tersebut jangan dilakukan di semak-semak, lebih baik di gubuk saja yang ada di sekitar tempat tersebut, mendengar kata-kata saksi korban terdakwa lalu mencabut kemaluannya dan selanjutnya bersama-sama dengan saksi korban pergi meninggalkan tempat tersebut dengan menaiki becak yang sebelumnya tetap menunggu di tempat tersebut, sewaktu terdakwa dan saksi korban melintas di Jl. Selambo Toba Medan di depan sebuah warung minuman, tiba-tiba saksi korban berteriak dan minta tolong kepada warga setempat dan mengatakan bahwa dirinya diperkosa sehingga terdakwa kemudian ditangkap dan diserahkan ke Poltabes Medan, berdasarkan hasil visum et repertum No. 138/OBG/Prm-03/2003 tanggal 06 Oktober 2003 yang dibuat dan ditandatangani oleh Dr. Rushakim Lubis SpOG, dokter yang memeriksa pada rumah sakit Dr. Pirngadi Medan, berkesimpulan sebagai berikut: liang senggama: selaput darah (hymen) tidak utuh lagi, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 285 KUHP.

A.2.2. Pertimbangan Hukum
Menimbang bahwa di persidangan telah didengar keterangan saksi korban SW dan AM (pemilik becak) yang dibawa sumpah memberi keterangan. Menimbang, bahwa persidangan terdakwa telah memberi keterangan pada pokoknya sebagai berikut:
-          Mohon kepada majelis hakim memutuskan  perkara yang seringan-ringannya
-          Tidak mengulangi perbuatan pidana
-          Baru tamat sekolah SMU, dan belum bekerja
Menimbang, bahwa di persidangan telah diajukan barang bukti berupa: nihil
Mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:
-          Dilakukan dengan kekerasan
-          Memaksa perempuan yang bukan istrinya untuk bersetubuh dengan dia
-          Harus benar-benar telah dilakukannya
-          Perempuan tersebut dipaksa sehingga tidak dapat melawan dan tidak berdaya lagi dan pekasa melakukan persetubuhan.
Menimbang, bahwa atas tindak pidana tersebut di atas dan terdakwa mampu bertanggung jawab maka perbuatan terdakwa patut dijatuhi pidana dan yang setimpal untuk itu adalah pidana penjara:
Menimbang, bahwa masa tahanan yang telah dijalani terdakwa patut dikurangkan sepenuhnya dengan pidana penjara yang dijatuhkan;
Menimbang, bahwa atas sifat tindak pidana tersebut diatas dan terdakwa berada dalam tahanan maka terdakwa patut dinyatakan tetap berada dalam tahanan;
Menimbang, bahwa barang bukti berupa; nihil
Menimbang, bahwa selama persidangan terdakwa tidak membuktikan dirinya orang yang tidak mampu dan oleh karena itu terdakwa patut dibebani untuk bayar ongkos perkara;
Atas dasar pertimbangan di atas, hakim menjatuhkan putusan: menyatakan terdakwa DS terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana memaksa seseorang perempuan yang bukan istrinya untuk bersetubuh dengan ancaman kekerasan.
Menghukum terdakwa dengan pidana penjara : 10 (sepuluh) bulan
Menetapkan masa tahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangi sepenuhnya dengan pidana penjara tersebut di atas;
Menetapkan terdakwa berada dalam tahanan.

B.     Pembahasan
B.1.  Dasar pertimbangan hakim untuk menyimpulkan ada tidaknya unsur kekerasan dalam tindak pidana perkosaan
Tindak pidana perkosaan diatur dalam Pasal 285 KUHP, yang menentukan barangsiapa dengan kekerasan dan ancaman kekerasan memaksa seorang wanita yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. Perkosaan dapat diartikan perbuatan dengan kekerasan menundukkan seorang wanita yang bukan istrinya untuk bersetubuh. Jadi unsur utama pada tindakan perkosaan adalah korban bukan istri pelaku yang dipaksa untuk melakukan persetubuhan dengan pelaku, dan karena ada penolakan dengan melakukan perlawanan maka untuk mencapai tujuannya pelaku menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan.
Melakukan kekerasan dalam hal ini dapat diartikan perbuatan yang menggunakan tenaga yang besar atau kuat, misalnya: memukul dengan tangan, menendang, dan sebagainya, seperti halnya yang diatur menurut ketentuan Pasal 89 KUHP. Pengertian kekerasan yang dimaksud dalam Pasal 285 KUHP berbeda dengan pengertian dalam Pasal 89 KUHP. Pengertian kekerasan menurut Pasal 285 KUHP tidak hanya kekerasan fisik tetapi termasuk kekerasan secara psikis, yang dapat membuat orang pingsan atau tidak sadar lagi. Tidak hanya menggunakan tenaga yang dapat mencapai tujuan yang di maksud tetapi dapat juga menggunakan acaman yang dapat menimbulkan perasaan takut dan tertekan.
Proses persidangan tindak pidana perkosaan dengan tindak pidana lainnya adalah sama. Hanya saja proses persidangan tindak pidana perkosaan pemeriksaannya tertutup untuk umum (sidang tertutup untuk umum) karena tindak pidana perkosaan termasuk dalam perkara kesusilaan, sebagaimana diatur pada Pasal 153 ayat (3) KUHAP.
Untuk membuktikan sudah terpenuhinya unsur-unsur yang terdapat dalam tindak pidana perkosaan dalam Pasal 285 KUHP dapat dipenuhi seluruhnya dengan alat bukti yang ada.

Unsur-unsur yang harus dibuktikan dalam Pasal 285 KUHP adalah:
a.       Barangsiapa
b.      Dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia.
Untuk membuktikan telah terjadinya perkosaan terdapat kesulitan yaitu tidak terdapat saksi lain selain korban sendiri serta terdakwa tidak mau mengakui bahwa perbuatan tersebut telah dilakukannya, atau terdakwa berkelik bahwa perbuatan tersebut dilakukan atas dasar suka sama suka.
Hakim dalam membuktikan bahwa telah terjadi unsur kekerasan di dalam tindak pidana perkosaan harus jeli, oleh karena itu hakim harus melihat kepada alat bukti dan barang bukti yang terdapat di tempat perkara. Alat bukti yang dimaksud adalah didalam Pasal 184 KUHAP yaitu:
  1. Keterangan saksi;
Yaitu apa yang saksi lihat, dengar, dan alami sendiri. Dalam kasus ini terdapat kesulitan di mana dalam kasus pemerkosaan tidak terdapat saksi lain selain saksi korban.
  1. Keterangan ahli;
Yaitu apa yang di berikan oleh seorang ahli, dalam kasus pemerkosaan yang di sebut saksi ahli dalam hal ini adalah seorang dokter yang di tunjuk oleh pengadilan, yang diminta pengetahuannya untuk membuktikan telah terjadi tindak pidana pemerkosaan.

  1. Surat;
Surat dalam tidak pidana pemerkosaan yaitu berupa hasil pemeriksaan dari seorang dokter yang berupa visum yang di tuliskan dalam selembar kertas.
  1. Petunjuk;
Yaitu yang diperoleh dari keterangan saksi, keterangan terdakwa yang di kumpulkan dan akhirnya menimbulkan sebuah petunjuk yang dapat menguatkan keyakinan hakim.
  1. Keterangan terdakwa;
Yaitu apa yang terdakwa nyatakan di persidangan menyangkut hal tindak pidana pemerkosaan. Keterangan terdakwa bisa juga di gunakan untuk mencari fakta-fakta baru yang belum didapat dari alat bukti yang lain.
Dari alat bukti tersebut hakim akan menilai apakah benar telah terjadi tindak pidana perkosaan yang dilakukan dengan kekerasan atau tidak. Oleh sebab itu harus ada persesuaian atau saling keterkaitan antara alat bukti yang ada yang menjurus kepada apakah benar telah terjadi tindak pidana perkosaan atau tindak pidana lain.
Alat bukti yang utama dalam perkara pidana adalah keterangan saksi, tapi ini bukanlah merupakan alat bukti yang mutlak untuk menjatuhkan terdakwa bersalah atau tidak. Dalam tindak pidana perkosaan jarang ada saksi yang melihat langsung kejadian perkosaan tersebut selain saksi korban itu sendiri, tapi setidaknya untuk memutuskan seorang terdakwa bersalah atau tidak, putusan hakim haruslah didasarkan pada 2 (dua) syarat yaitu:
a.       Minimal 2 (dua) alat bukti
b.      Dari alat bukti tersebut hakim memperoleh keyakinan bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana.
Selain keterangan saksi yang menjadi korban perkosaan, yang dapat menyatakan bahwa dirinya telah diperkosa, hakim tidak dapat langsung memutuskan bahwa perbuatan tersebut telah terjadi yaitu dengan meminta visum dari rumah sakit yang telah ditunjuk. Jika dari hasil visum ternyata terbukti adanya kekerasan dari keterangan  korban dan tersangka bahwa benar telah terjadi tindak pidana perkosaan, tidak hanya tubuh korban saja yang diperiksa tapi tubuh tersangka juga ikut diperiksa untuk melihat apakah ada bekas cakaran, pukulan, dan lain-lain sebagai perlawanan korban saat ia diperkosa oleh tersangka.
Barang bukti yang terdapat dalam kasus perkosaan adalah seperti celana dalam, baju milik korban dan terdakwa, sprei yang terdapat noda sperma serta bisa juga benda lain yang digunakan untuk melakukan tindak pidana tersebut. Karena telah diakuinya keadaan barang-barang bukti tersebut maka barang bukti tersebut akan mempunyai nilai sebagai keterangan saksi, keterangan terdakwa serta bisa juga menjadi alat bukti petunjuk yang dipakai oleh hakim, sehingga alat-alat bukti yang ada akan timbul keyakinan hakim. Dengan begitu syarat pembuktian seperti yang diharuskan di dalam KUHAP telah terpenuhi yaitu adanya minimal 2 (dua) alat bukti yang sah dan ada keyakinan hakim untuk memutus perkara tersebut.

B.2. Tanggapan atau Analisis Kasus
Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah telah melanggar Pasal 285 KUHP, dimana Pengadilan Negeri Medan yang memeriksa dan mengadili perkara pidana pada tingkat pertama dengan acara pemeriksaan secara biasa/singkat menjatuhkan putusannya yaitu pidana penjara selama 10 (sepuluh) bulan penjara dikurangi selama berada dalam tahanan sementara dan dengan perintah terdakwa tetap ditahan.
Adapun unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa adalah Pasal 285 KUHP, yaitu:
  1. Unsur barangsiapa
Adalah manusia sebagai subyek hukum yang telah melakukan tindak pidana, sehat jasmani dan rohani sehingga mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya, terdakwa yang dihadapkan dalam perkara ini adalah seorang laki-laki yang bernama DS dengan identitas sebagaimana telah diuraikan dalam surat dakwaan, yang atas pertanyaan hakim di persidangan telah membenarkan apa yang dilakukan oleh jaksa penuntut umum.
  1. Unsur dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia.
Bahwa berdasarkan keterangan saksi SW bahwa benar pada tanggal 21 September 2003 sekitar pukul 20.00 wib ketika saksi melintas di Jl. Dame Medan telah didatangi oleh terdakwa yang kemudian menanyakan kepada saksi hendak kemana, saksi menjawab hendak mencari temannya yang bernama James Situmorang dan terdakwa lalu menawarkan diri untuk mengantarkan saksi, namun kemudian terdakwa membawa saksi ke Jl. Selambo Toba Medan ke semak-semak di belakang pos IPK dan memaksa saksi untuk bersetubuh dengan terdakwa, sambil mengancam saksi dengan kata-kata kalau tidak mau kau layani aku disini, kau kubunuh, bahwa mendengar kata-kata ancaman tersebut dan suasana ditempat itu yang gelap dan sunyi saksi lalu merasa takut sekali dan tidak berani melawan terdakwa, namun saksi masih memohon kepada terdakwa dengan kata-kata ”tolong jangan perkosa aku disini, namun terdakwa tidak memperdulikannya dan terdakwa lalu membuka seluruh pakaiannya sehingga telanjang bulat, lalu terdakwa menidurkan saksi di semak-semak tersebut sambil terdakwa menyusun bajunya di atas tanah, selanjutnya terdakwa memasukkan alat kelaminnya yang telah menegang dan mengeras ke dalam lubang kemaluan saksi dan menarik turunkan pantatnya di atas tubuh saksi sebanyak + 5 kali, kemudian saksi memohon kepada terdakwa agar perbuatan tersebut jangan dilakukan di semak-semak, lebih baik dilakukan di gubuk yang ada disekitar tempat tersebut ataupun di tempat yang lebih layak, mendengar kata-kata saksi tersebut, terdakwa lalu mencabut alat kemaluannya dari dalam lubang kemaluan saksi korban dan kemudian masing-masing mengenakan pakaian dan bersama-sama meninggalkan tempat tersebut dan kembali naik becak  yang sebelumnya disuruh menunggu, sesampainya becak tersebut di Jl. Selambo Toba Medan saksi lalu berteriak dari dalam becak sambil mengatakan ”tolong saya diperkosa” sehingga datang warga masyarakat dan kemudian menangkap terdakwa. Bahwa benar berdasarkan visum et repertum No. 138/OBG/Prm-03/2003 tanggal 13 Oktober 2003 berkesimpulan bahwa selaput darah (hymen) atas nama SW tidak utuh lagi.
Dalam pembuktian adanya unsur kekerasan dalam tindak pidana pemerkosaan tidak hanya dapat dilihat dari penggunaan tenaga untuk mencapainya tetapi dapat juga dengan menggunakan ancaman yang dapat menimbulkan perasaan takut, tertekan, dan depresi. Yang terjadi dalam kasus ini, si korban mau melakukan apa yang di suruh oleh terdakwa dimana si korban takut karena di bawah ancaman si terdakwa.
Pembuktian kasus di atas telah terjadi atau tidak tindak pidana pemerkosaan di buktikan dengan terdapatnya saksi lain selain saksi korban walaupun saksi tersebut hanya mengetahui bagaimana keadaan sebelum dan sesudah terjadinya pemerkosaan, mengenai kejadian langsung saksi tidak mengetahui. Kasus ini juga di ikuti dengan hasil visum dari rumah sakit pringgadi yang menyatakan bahwa telah terjadi pemerkosaan terhadap diri korban.
      Peneliti menilai bahwa hukuman yang dijatuhkan oleh majelis oleh hakim kepada terdakwa adalah tidak tepat. Menurut peneliti, hukuman yang dijatuhkan kepada terdakwa terlalu ringan yaitu penjara 10 (sepuluh) bulan penjara apalagi dipotong masa tahanan selama proses perkaranya belum diputuskan maka terdakwa akan bebas, seharusnya lebih diperberat lagi. Alasan, karena terdakwa merasa bahwa tidak seberapa lama hukuman bila melakukan perkosaan sehingga dikemudian hari akan mengulangi perbuatannya sehingga meresahkan masyarakat khususnya kepada kaum perempuan.
Hasil Visum et Referum No. 138/OBG/Prm-03/2003 atas nama SW yang diminta dari kerja sama antara penyidik kepolisian dengan dokter forensik rumah sakit, di laboratorium menunjukkan bahwa selaput darah (hymen) robek sampai kedasar pada hampir semua arah (tampak robeknya) dengan kesimpulan hymen tidak utuh lagi. Dari hasil visum tersebut dapatlah dilihat bahwa tindak pidana tersebut dilakukan dengan kekerasan.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A.    Kesimpulan
1.      Seorang yang didakwa melakukan suatu tindak pidana, baru dapat dipidana apabila perbuatan yang didakwakan kepada orang tersebut telah memenuhi semua unsur dari rumusan tindak pidana yang didakwakan dan terdakwa dapat dipersalahkan atas perbuatannya.
2.      Dalam hal seorang yang melakukan tindak pidana pemerkosaan, unsur yang utama yang harus dibuktikan adalah adanya unsur kekerasan, dan pembuktiannya dilakukan dengan berpedoman kepada Pasal 184 KUHAP.
3.      dasar pertimbangan hakim untuk menyimpulkan ada tidaknya unsur kekerasan dalam tindak pidana pemerkosaan adalah alat bukti keterangan saksi, keterangan ahli, alat bukti surat, alat bukti petunjuk, dan keterangan terdakwa.

B.     Saran
1.      Dalam kasus perkosaan (Pasal 285 KUHP), tidak hanya korban saja yang diminta visumnya tetapi hendaklah juga terdakwa juga ikut di visum, siapa tahu ada bekas cakaran sewaktu korban melawan untuk melindungi dirinya atau bisa kemungkinan si terdakwa ada kelainan jiwa (stres/gila).
2.      Dalam hal hakim menjatuhkan putusannya tidak boleh menimbulkan keyakinannya terlebih dahulu, tetapi hakim harus terlebih dahulu melihat alat-alat bukti yang ada, baru setelah itu hakim dapat menyimpulkan keyakinannya.
3.      Perlu juga dibuat undang-undang khusus yang mengatur tindak pidana pemerkosaan yang dapat menjatuhkan pidana telah berat, karena perbuatan yang dilakukan tersebut telah menghancurkan masa depan si korban atau kehidupan si korban di masa yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

 
 

Anwar, H. A. K Mochtar, 1986, Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP Buku II), Alumni, Bandung
Bonger, W. A., 1983, Pengantar Tentang Kriminologi, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Gosita, Arif, 1985, Masalah Perlindungan Anak, Akademi Pressindo, Jakarta.
Hamdani, Njowito, 1992, Ilmu Kedokteran Kehakiman, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Hamzah, Andi, 1990. Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Hamzah, Andi dan Irdan Dahlan, 1987, Surat Dakwaan, Alumni, Bandung.
Harahap, M. Yahya, 2006, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan Penuntutan, Sinar Grafika, Jakarta.
Lamintang, PAF., 1990. Delik-delik Khusus, Tindak Pidana Melanggar Norma-norma Kepatutan, Mandar Maju, Bandung.
___________________, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung.
Marpaung, Laden, 2005, Asas/Teori – Praktek Hukum Pidana. Sinar Grafika Jakarta.
Moeljatno, 1993, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta.
Prakoso, Djoko, 1985, Eksistensi Jaksa Ditengah-tengah Masyarakat, Ghalia Indonesia, Jakarta.
_____________, 1988, Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian Dalam Proses Pidana, Penerbit Liberty, Yogyakarta.
Prakoso, Djoko dan Ketut Murtika. 1987, Dasar-Dasar Ilmu Kedokteran Kehakiman, PT. Bina Aksara, Jakarta.
77
 
Prodjohamidjojo, Martiman, 1983, Pemeriksaan Di Sidang Pengadilan, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Prodjohamidjojo, Martiman

 
, 1983, Sistem Pembuktian dan Alat-alat Bukti, Ghalia Indonesia, Jakarta.
_______________________, 1988 ,  Pembahasan Hukum Acara Pidana Dalam Teori Dan Praktek,  PT. Pradya Paramita, Jakarta.
Prodjokoro, Wirjono, 1980. Tindak Pidana Tertentu di Indonesia. PT. Eresco, Bandung.
_________________, 1986. Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia. PT. Eresco, Bandung.
Sasangka, Hari dan Lily Rosita, 2003, Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana, Mandar Maju, Bandung.
Siregar, Bismar, 1986, Keadilan Hukum Dalam Berbagai Aspek Hukum Nasional,  Rajawali, Jakarta.
Soesilo, R., 1991, Kitab Undang-undang Hukum Pidana Beserta Komentar-komentarnya, Politea, Bogor.
Subekti, R., 1995, Hukum Pembuktian, PT. Pradya Paramita, Jakarta.
Wahid, Abdul, 2001, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual (Advokat Atas Hak-Hak Asasi Perempuan), Refika Aditama, Jakarta.
Waluyo, Bambang, 1996, Sistem Pembuktian Dalam Peradilan Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta.
Weda, Made Darma, 1996, Kriminologi,  PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.

78
 

B. Perundang-undangan

 
Republik Indonesia,  Undang-undang Dasar 1945 Amandemen Keempat
_______________,   Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
_______________,   Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman
79
 
 


[1]  Hasil wawancara dengan Bapak Asmui, S.H., Hakim Pengadilan Negeri Medan pada tanggal 16 Januari 2009 di Pengadilan Negeri Medan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar